Kepsek Masih Selidiki Kasus Kekerasan


TULUNGAGUNG – Pihak Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Boyolangu Tulungagung, masih menyelidiki kasus kekerasan yang melibatkan dua siswinya, Prs dan Kpr (inisial, red), yang sempat terekam dalam video ponsel beberapa minggu lalu.

Disampaikan Kepsek Negeri 1 Boyolangu Sawari Hadi Siswanto, penyelidikan kasus pemukulan itu masih ditingkat pemeriksaan saksi-saksi. Korban maupun pelaku pemukulan, Prs, akan diperiksa secepatnya, sekaligus pemanggilan kedua orang tua mereka.

“Sebenarnya kasus ini sudah terlambat. Karena info beritanya baru kita ketahui belum lama ini. Mudah mudahan motifnya terkuak,” ujar Sawari saat konferensi pers di lobi SMA Negeri Boyolangu, Tulungagung, Jum’at (02/01).

Sawari menjelaskan, dua siswi yang terlibat dalam aksi pemukulan itu adalah Prs, siswi tingkat XII IPS 2 dan Kpr, siswi tingkat XII IPS 3. Dirinya membantah jika latar pemukulan itu akibat unsur senioritas. Dikalangan siswa, juga tak ada genk-genk’an, yang ada hanya kelompok belajar.

Dari informasi yang diterima koran ini, tindakan yang mencoreng dunia pendidikan itu terjadi pada pertengahan Desember 2008, tepatnya Senin (13/12) silam. Rekaman berdurasi 5.40 menit itu, menyebar luas dari ponsel ke ponsel antar siswa. Tak terkecuali guru, Sawari juga mencium aroma perkelahian, yang diakui merusak image sekolah unggulan di Kabupaten Tulungagung itu.

Dari gambar rekaman itu terlihat, aksi pemukulan terjadi di depan kantin sekolah, jalan Ki Mangunsarkoro, Beji, Boyolangu Tulungagung. Prs, yang diketahui siswi senior yang paling ditakuti satu sekolahan itu, sempat memaki-maki Kpr. Tuduhannya, dirinya “dirasani” Kpr, tanpa sepengetahuan pelaku.

Karena merasa jengkel, Prs lantas memukul Kpr hingga beberapa kali. Meski pemukulan itu sempat berhenti sementara waktu, kejadian itu justru semakin anarkhis. Meski sempat melawan, Kpr malah mendapat pukulan, dorongan hingga jambakan. Sementara sejumlah siswa-siswi yang berada di kantin itu, malah menyoraki hingga merekam dengan ponsel kamere mereka.

Sementara itu, sekolah akan bertindak tegas dengan pemberian sanksi terhadap keduanya. Namun, pria berkacamata itu belum memastikan sanksi apa yang diberikan, mengingat siswi yang terlibat dalam aksi pemukulan itu masing-masing kelas XII.”Apalagi mereka akan menghadapi ujian,” terangnya.

LPA : Kekerasan Sudah Menjadi Tren


Tak hanya masyarakat yang menyayangkan kasus kekerasan yang melibatkan siswi SMA Boy itu, namun sejumlah pengamat kepedulian anak seperti LPA Tulungagung juga angkat bicara.

Ditemui di kantornya, Jalan R.A Kartini 19 B Tulungagung, Koordinator LPA Tulungagung Winny Isnaeni, S.Si melihat bahwa perilaku kekerasan antar anak, utamanya di kalangan pelajar, sepertinya sudah menjadi tren.

“Kekerasan sepertinya menjadi tren. Ini sudah biasa terjadi di masyarakat,” Kata Winny disela-sela tugas kesehariannya, Jum’at (02/01).

Lebih lanjut Winny menjelaskan, ada kemungkinan-kemungkinan pengaruh yang melatari seorang anak terlibat dalam aksi kekerasan. Seperti keinginannya untuk menunjukkan jati diri kepada orang yang ada disekitarnya. Selain itu, tindakan ini bisa dilatari akibat tekanan psikis, rasa tak dianggap oleh seseorang atau kurangnya perhatian yang akhirnya diluapkan dengan cara emosional yang kurang benar.

“Mungkin saja pelaku dari tindakan itu sebelumnya juga menjadi korban kekerasan,”ujarnya ulang.

Faktor usia anak antara 13 hingga 20 tahun, dikatakan wanita kelahiran Nganjuk 40 tahun lalu itu, rentan dengan pengaruh. Buruknya tayangan media yang syarat akan kekerasan, biasanya dengan mudah terserap, apalagi diusia anak telah memasuki fase tumbuh kembang.

Ketika ditanyai Koran ini tentang solusi, cara yang terbaik adalah dilakukannya dengan pendekatan.” Selain orangtua, guru seharusnya bisa menjadi pendidik disamping tugasnya sebagai pengajar ,”ungkapnya.n.ryn


Komentar

Postingan Populer